"Sekarang ini kami melihat ada yang berasal dari kedutaan, kemudian berkembang menjadi sekolah internasional. Lalu, karena UU Sisdiknas, ada juga sekolah-sekolah Indonesia yang menuju pada standar internasional. Untuk itu, dua arus regulasinya harus dibuat," ujar Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal seusai berkunjung ke Jakarta International School, Selasa (24/05).
Awalnya, sekolah internasional hanya melayani anak-anak berkewarganegaraan asing. Kemudian dengan berjalannya waktu, orang Indonesia meminta agar anak-anak pribumi dimungkinkan untuk belajar juga di sana, dengan pertimbangan mutu yang lebih baik. Sebaliknya, sekolah internasional tersebut juga memerlukan siswa yang berasal dari Indonesia. Supaya dengan adanya anak-anak pribumi, maka anak-anak asing yang belajar di sekolah internasional tersebut juga dapat memahami teman-teman Indonesianya, budaya Indonesia, karena mereka tinggal di Indonesia.
Sedangkan sekolah-sekolah nasional yang menuju standar internasional, bagian terbesarnya adalah anak-anak Indonesia. Namun demikian, Wamendiknas mengatakan, nanti secara bertahap akan ada satu dua orang yang berasal dari warga negara asing.
"Karena itu peraturannya mereferensi bagian terbesar di antara mereka (RSBI) adalah orang Indonesia. Jadi ini yang sedang kita atur, bagaimana seharusnya kedua kategori yg dilabel internasional tapi asal usulnya berbeda, peraturannya akan berbeda," ujar Wamendiknas Fasli Jalal.
Kurikulum yang berlaku di sekolah internasional pun adalah kurikulum internasional. Dalam kondisi tersebut, Wamendiknas mengatakan, untuk anak-anak Indonesia yang bersekolah di sana harus diberikan hak-haknya. "Kalau mereka menerima anak-anak Indonesia, hak-hak anak Indonesia untuk menerima pelajaran agama, bahasa Indonesia, sejarah, kewarganegaraan, tetap diajarkan. Tapi caranya terserah mereka," kata Wamendiknas.
Saat ini, sekolah internasional tidak menerapkan ujian nasional sebagai pertimbangan terhadap kelulusan siswanya. Wamendiknas menjelaskan, tidak ada masalah bagi sekolah internasional karena tidak melaksanakan ujian nasional, selama siswa dari sekolah tersebut tidak akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikut di Indonesia.
"Kalau UN, kalau dia mau melanjutkan di Indonesia, setiap jenjang dia wajib ikut un. Tapi kalau tidak melanjutkan di Indonesia terserah mereka," ujarnya.
Wamendiknas melanjutkan, termasuk untuk guru, regulasinya sudah diatur, berapa persentasenya yang wajar, berapa persentase tenaga administrasi sudah diatur sedemikian rupa. Bahkan kalau gurunya mengharapkan akreditasi dari pemerintah, pemerintah akan memberi sertifikasi. (kemdiknas)